6.25.2009

Indonesia Sending Performance Students to International Science Olympiad for Higher Education 2009

Indonesia will send again the performance student to Science Olympiad for higher education in 2009. A total of 14 students would participate in the 10th International Scientific Olympiad on Mathematics (ISOM) and 2nd International Scientific Olympiad on Chemistry (ISOC) in Teheran, Iran on 15th - 17th July, 2009, and 15th International Mathematics Competition (IMC) in Budapest, Hungary on 25th - 30th July 2009.


The team that will compete on behalf of the nation is accepted on Mon (13th, July,2009) by Director General of Higher Education, MoNE, Fasli Jalal at DIKTI Building, MoNE, Jakarta.

In the IMC arena, Indonesia sent 4 students. They area Albert Gunawan of Gajah Mada University, Yosafat EP Pangalelo of Technology Institute of Bandung , Rudi Adha Prihandoko of Technology Institute of Bandung, and Harun Immanuel of The Airlangga University. The team is targeted to attain the second prize.

Meanwhile at ISOM in Iran, Indonesia will send five students, those are Muhammad Arzaki of Technology Institute of Bandung, Ahmad Agung Ahkam of Technology Institute of Bandung , Novi Murniati of the University of Indonesia, and Ricky Aditya of the Gadjah Mada University.

Accordingly, at 2nd ISOC that is the first time participation, Indonesia will send five students, Muh. Zulqarnaen, R. Aditya Wibawa, Habiburrachman, Tegar Nurwahyu Wijaya , all of Technology Institute of Bandung, and Muh. Idham DM of Gadjah Mada University.

Fasli expects, that student will win the competition in that most prestigious arena. "To win is important, but not everything. The most important thing is to get experience and to develop friendship with participants from various countries," he said.***

Sumber: Pers Depdiknas

6.13.2009

JENIS BAHAN AJAR

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Selanjutnya pada buku pedoman ini hanya akan dibahas tentang bahan ajar cetak. Untuk bahan ajar non-cetak akan dibahas pada buku pedoman tersendiri.

1. Bahan Ajar Cetak (Printed)

Bahan cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaedt, 1994 yaitu:

a. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari
b. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit
c. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah
d. Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu
e. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja
f. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa
g. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar
h. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri

Kita mengenal berbagai jenis bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur, dan leaflet.

a. Handout

Handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Menurut kamus Oxford hal 389, handout is prepared statement given. Handout adalah pernyataan yang telah disiapkan oleh pembicara.

Handout biasanya diambilkan dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan/ KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Saat ini handout dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan cara down-load dari internet, atau menyadur dari sebuah buku.

b. Buku

Buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan buah pikiran dari pengarangnya. Oleh pengarangnya isi buku didapat dari berbagai cara misalnya: hasil penelitian, hasil pengamatan, aktualisasi pengalaman, otobiografi, atau hasil imajinasi seseorang yang disebut sebagai fiksi. Menurut kamus oxford hal 94, buku diartikan sebagai: Book is number of sheet of paper, either printed or blank, fastened together in a cover. Buku adalah sejumlah lembaran kertas baik cetakan maupun kosong yang dijilid dan diberi kulit. Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.

Buku yang baik adalah buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisannya. Buku pelajaran berisi tentang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar, buku fiksi akan berisi tentang fikiran-fikiran fiksi si penulis, dan seterusnya.

c. Modul

Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang:
• Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
• Kompetensi yang akan dicapai
• Content atau isi materi
• Informasi pendukung
• Latihan-latihan
• Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
• Evaluasi
• Balikan terhadap hasil evaluasi

Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih KD dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Dengan demikian maka modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan ilustrasi.

d. Lembar kegiatan siswa

Lembar kegiatan siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi tugasnya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis dan atau tugas-tugas praktis. Tugas teoritis misalnya tugas membaca sebuah artikel tertentu, kemudian membuat resume untuk dipresentasikan. Sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan, misalnya survey tentang harga cabe dalam kurun waktu tertentu di suatu tempat. Keuntungan adanya lembar kegiatan adalah bagi guru, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, bagi siswa akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu tugas tertulis.

Dalam menyiapkannya guru harus cermat dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai/ tidaknya sebuah KD dikuasai oleh peserta didik.

e. Brosur

Brosur adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman dan dilipat tanpa dijilid atau selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat tetapi lengkap tentang perusahaan atau organisasi (Kamus besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1996). Dengan demikian, maka brosur dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar, selama sajian brosur diturunkan dari KD yang harus dikuasai oleh siswa. Mungkin saja brosur dapat menjadi bahan ajar yang menarik, karena bentuknya yang menarik dan praktis. Agar lembaran brosur tidak terlalu banyak, maka brosur didesain hanya memuat satu KD saja. Ilustrasi dalam sebuah brosur akan menambah menarik minat peserta didik untuk menggunakannya.

f. Leaflet

A separate sheet of printed matter, often folded but not stitched (Webster’s New World, 1996) Leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dimatikan/dijahit. Agar terlihat menarik biasanya leaflet didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dipahami. Leaflet sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat menggiring peserta didik untuk menguasai satu atau lebih KD.

g. Wallchart

Wallchart adalah bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau grafik yang bermakna menunjukkan posisi tertentu. Agar wallchart terlihat lebih menarik bagi siswa maupun guru, maka wallchart didesain dengan menggunakan tata warna dan pengaturan proporsi yang baik. Wallchart biasanya masuk dalam kategori alat bantu melaksanakan pembelajaran, namun dalam hal ini wallchart didesain sebagai bahan ajar. Karena didesain sebagai bahan ajar, maka wallchart harus memenuhi kriteria sebagai bahan ajar antara lain bahwa memiliki kejelasan tentang KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik, diajarkan untuk berapa lama, dan bagaimana cara menggunakannya. Sebagai contoh wallchart tentang siklus makhluk hidup binatang antara ular, tikus dan lingkungannya.

h. Foto/Gambar

Foto/gambar memiliki makna yang lebih baik dibandingkan dengan tulisan. Foto/gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperlukan satu rancangan yang baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar siswa dapat melakukan sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih KD.
Menurut Weidenmann dalam buku Lehren mit Bildmedien menggambarkan bahwa melihat sebuah foto/gambar lebih tinggi maknanya dari pada membaca atau mendengar. Melalui membaca yang dapat diingat hanya 10%, dari mendengar yang diingat 20%, dan dari melihat yang diingat 30%. Foto/gambar yang didesain secara baik dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Bahan ajar ini dalam menggunakannya harus dibantu dengan bahan tertulis. Bahan tertulis dapat berupa petunjuk cara menggunakannya dan atau bahan tes.

Sebuah gambar yang bermakna paling tidak memiliki kriteria sebagai berikut:
• Gambar harus mengandung sesuatu yang dapat dilihat dan penuh dengan informasi/data. Sehingga gambar tidak hanya sekedar gambar yang tidak mengandung arti atau tidak ada yang dapat dipelajari.
• Gambar bermakna dan dapat dimengerti. Sehingga, si pembaca gambar benar-benar mengerti, tidak salah pengertian.
• Lengkap, rasional untuk digunakan dalam proses pembelajaran, bahannya diambil dari sumber yang benar. Sehingga jangan sampai gambar miskin informasi yang berakibat penggunanya tidak belajar apa-apa.

PRINSIP PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip pembelajaran. Di antara prinsip pembelajaran tersebut adalah:

Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak,
Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka mulailah siswa diajak untuk berbicara tentang pasar yang terdapat di tempat mereka tinggal. Setelah itu, kita bisa membawa mereka untuk berbicara tentang berbagai jenis pasar lainnya.

Pengulangan akan memperkuat pemahaman
Dalam pembelajaran, pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami suatu konsep. Dalam prinsip ini kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa 5 x 2 lebih baik daripada 2 x 5. Artinya, walaupun maksudnya sama, sesuatu informasi yang diulang-ulang, akan lebih berbekas pada ingatan siswa. Namun pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan.

Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa
Seringkali kita menganggap enteng dengan memberikan respond yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal respond yang diberikan oleh guru terhadap siswa akan menjadi penguatan pada diri siswa. Perkataan seorang guru seperti ’ya benar’ atau ‚’ya kamu pintar’ atau,’itu benar, namun akan lebih baik kalau begini...’ akan menimbulkan kepercayaan diri pada siswa bahwa ia telah menjawab atau mengerjakan sesuatu dengan benar. Sebaliknya, respond negatif akan mematahkan semangat siswa. Untuk itu, jangan lupa berikan umpan balik yang positif terhadap hasil kerja siswa.

Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar
Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar. Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memberikan pujian, memberikan harapan, menjelas tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dll.

Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu.
Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk mencapai suatu standard kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara. Ibarat anak tangga, semakin lebar anak tangga semakin sulit kita melangkah, namun juga anak tangga yang terlalu kecil terlampau mudah melewatinya. Untuk itu, maka guru perlu menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam bahan ajar, anak tangga tersebut dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.

Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan
Ibarat menempuh perjalanan jauh, untuk mencapai kota yang dituju, sepanjang perjalanan kita akan melewati kota-kota lain. Kita akan senang apabila pemandu perjalanan kita memberitahukan setiap kota yang dilewati, sehingga kita menjadi tahu sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi kita akan berjalan. Demikian pula dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan. Pemandu perjalanan yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati, dan memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi perjalanan. Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat. Dalam pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.

Mengapa guru perlu mengembangkan Bahan Ajar ?

Terdapat sejumlah alasan, mengapa guru perlu untuk mengembangkan bahan ajar, yakni antara lain; ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang akan kita kembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Pada kurikukulum tingkat satuan pendidikan, standard kompetensi lulusan telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Untuk mendukung kurikulum, sebuah bahan ajar bisa saja menempati posisi sebagai bahan ajar pokok ataupun suplementer. Bahan ajar pokok adalah bahan ajar yang memenuhi tuntutan kurikulum. Sedangkan bahan ajar suplementer adalah bahan ajar yang dimaksudkan untuk memperkaya, menambah ataupun memperdalam isi kurikulum.

Apabila bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada ataupun sulit diperoleh, maka membuat bahan belajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak. Untuk mengembangkan bahan ajar, referensi dapat diperoleh dari berbagai sumber baik itu berupa pengalaman ataupun pengetahauan sendiri, ataupun penggalian informasi dari narasumber baik orang ahli ataupun teman sejawat. Demikian pula referensi dapat kita peroleh dari buku-buku, media masa, internet, dll. Namun demikian, kalaupun bahan yang sesuai dengan kurikulum cukup melimpah bukan berarti kita tidak perlu mengembangkan bahan sendiri. Bagi siswa, seringkali bahan yang terlalu banyak membuat mereka bingung, untuk itu maka guru perlu membuat bahan ajar untuk menjadi pedoman bagi siswa.

Pertimbangan lain adalah karakteristik sasaran. Bahan ajar yang dikembangkan orang lain seringkali tidak cocok untuk siswa kita. Ada sejumlah alasan ketidakcocokan, misalnya, lingkungan sosial, geografis, budaya, dll. Untuk itu, maka bahan ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik sasaran. Selain lingkungan sosial, budaya, dan geografis, karakteristik sasaran juga mencakup tahapan perkembangan siswa, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, latar belakang keluarga dll. Untuk itu, maka bahan ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran.
Selanjutnya, pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar. Terdapat sejumlah materi pembelajaran yang seringkali siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit untuk menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi tersebut abstrak, rumit, asing, dsb. Untuk mengatasi kesulitan ini maka perlu dikembangkan bahan ajar yang tepat. Apabila materi pembelajaran yang akan disampaikan bersifat abstrak, maka bahan ajar harus mampu membantu siswa menggambarkan sesuatu yang abstrak gersebut, misalnya dengan penggunaan gambar, foto, bagan, skema, dll. Demikian pula materi yang rumit, harus dapat dijelaskan dengan cara yang sederhana, sesuai dengan tingkat berfikir siswa, sehingga menjadi lebih mudah dipahami.

C. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar

1. Tujuan

Bahan ajar disusun dengan tujuan:
a. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.
b. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
c. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

2. Manfaat

Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan bahan ajar sendiri, yakni antara lain; pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, kedua, tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, ketiga, bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi, keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar, kelima, bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya.

Di samping itu, guru juga dapat memperoleh manfaat lain, misalnya tulisan tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.

Dengan tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka siswa akan mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. Siswa akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru. Siswa juga akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.

PENGERTIAN BAHAN AJAR

Dari uraian tentang pengertian sumber belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Bahan ajar atau teaching-material, terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan.

Menurut University of Wollongong NSW 2522, AUSTRALIA pada website-nya, WebPage last updated: August 1998, Teaching is defined as the process of creating and sustaining an effective environment for learning.

Melaksanakan pembelajaran diartikan sebagai proses menciptakan dan mempertahankan suatu lingkungan belajar yang efektif.

Paul S. Ache lebih lanjut mengemukakan tentang material yaitu:
Books can be used as reference material, or they can be used as paper weights, but they cannot teach.

Buku dapat digunakan sebagai bahan rujukan, atau dapat digunakan sebagai bahan tertulis yang berbobot.

Dalam website Dikmenjur dikemukakan pengertian bahwa, bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.

Lebih lanjut disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai:
a. Pedoman bagi Guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.
b. Pedoman bagi Siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya.
c. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.
Pendapat lain mengatakan sebagai berikut;

Definition of teaching material
They are the information, equipment and text for instructors that are required for planning and review upon training implementation. Text and training equipment are included in the teaching material.( Anonim dalam Web-site)

Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktor untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. (National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training).

Pengelompokan bahan ajar menurut Faculté de Psychologie et des Sciences de l’Education Université de Genève dalam website adalah sebagai berikut :

Integrated media-written, audiovisual, electronic, and interactive-appears in all their programs under the name of Medienverbund or Mediamix (Feren Universitaet and Open University respectively).
http://tecfa.unige.ch/tecfa/general/tecfapeople/peraya.html>http:// tecfa.unige.ch/tecfa/general/tecfa-people/ peraya.html, Faculté de Psychologie et des Sciences de l’Education Université de Genève.

Media tulis, audio visual, elektronik, dan interaktif terintegrasi yang kemudian disebut sebagai medienverbund (bahasa jerman yang berarti media terintegrasi) atau mediamix.

Sedangkan Bernd Weidenmann, 1994 dalam buku Lernen mit Bildmedien mengelompokkan menjadi tiga besar, pertama auditiv yang menyangkut radio (Rundfunk), kaset (Tonkassette), piringan hitam (Schallplatte). Kedua yaitu visual (visuell) yang menyangkut Flipchart, gambar (Wandbild), film bisu (Stummfilm), video bisu (Stummvideo), program komputer (Computer-Lernprogramm), bahan tertulis dengan dan tanpa gambar (Lerntext, mit und ohne Abbildung). Ketiga yaitu audio visual (audiovisuell) yang menyangkut berbicara dengan gambar (Rede mit Bild), pertunjukan suara dan gambar (Tonbildschau),dan film/video.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disarikan bahwa bahan ajar adalah merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.


Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain :
a. Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
b. Kompetensi yang akan dicapai
c. Content atau isi materi pembelajaran
d. Informasi pendukung
e. Latihan-latihan
f. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
g. Evaluasi
h. Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi

PENGERTIAN BAHAN AJAR

Guna menghasilkan tamatan yang mempunyai kemampuan sesuai standard kompetensi lulusan, diperlukan pengembangan pembelajaran untuk setiap kompetensi secara sistematis, terpadu, dan tuntas (mastery learning).

Pada pendidikan menengah umum, di samping buku-buku teks, juga dikenalkan adanya lembar-lembar pembelajaran (instructional sheet) dengan nama yang bermacam-macam, antara lain: lembar tugas (job sheet), lembar kerja (work sheet), lembar informasi (information sheet) dan bahan ajar lainnya baik cetak maupun non-cetak. Semua bahan yang digunakan untuk mendukung proses belajar itu disebut sebagai bahan ajar (teaching material).

Untuk pembelajaran yang bertujuan mencapai kompetensi sesuai profil kemampuan tamatan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diperlukan kemampuan guru untuk dapat mengembangkan yang tepat. Dengan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) diharapkan siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi secara utuh, sesuai dengan kecepatan belajarnya. Untuk itu bahan ajar hendaknya disusun agar siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran mencapai kompetensi.

Terdapat dua istilah yang sering digunakan untuk maksud yang sama namun sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda, yakni sumber belajar dan bahan ajar. Untuk itu, maka berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian sumber belajar dan bahan ajar.

1. Pengertian Sumber Belajar

Sering kita dengar istilah sumber belajar (learning resource), orang juga banyak yang telah memanfaatkan sumber belajar, namun umumnya yang diketahui hanya perpustakaan dan buku sebagai sumber belajar. Padahal secara tidak terasa apa yang mereka gunakan, orang, dan benda tertentu adalah termasuk sumber belajar.

Sumber belajar dalam website bced didefinisikan sebagai berikut: Learning resources are defined as information, represented and stored in a variety of media and formats, that assists student learning as defined by provincial or local curricula. This includes but is not limited to, materials in print, video, and software formats, as well as combinations of these formats intended for use by teachers and students. http://www.bced.gov.bc.ca/irp/appskill/ asleares.htm January 28, 1999.


Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru.

Sadiman mendefinisikan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk belajar, yakni dapat berupa orang, benda, pesan, bahan, teknik, dan latar (Sadiman, Arief S., Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pembelajaran, makalah, 2004)

Menurut Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977), sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.

Dengan demikian maka sumber belajar juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.

Dari pengertian tersebut maka sumber belajar dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti sumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya.
b. Benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya.
c. Orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya.
d. Bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk belajar.
e. Buku yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya.
f. Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang guru dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar.


Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang, dan atau buku hanya sekedar tempat, benda, orang atau buku yang tidak ada artinya apa-apa.

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

A. Latar Belakang

Sebagai konsekuensi atas terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional, telah menerbitkan berbagai peraturan agar penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) paling tidak dapat memenuhi standar minimal tertentu. Berbagai standar tersebut adalah: (1) standar isi, (2) standar kompetensi lulusan, (3) standar proses, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.

Dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada gilirannya mencapai standar kompetensi lulusan (SKL) setelah menyelesaikan pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas. Agar peserta didik dapat mencapai SK, KD, maupun SKL yang diharapkan, perlu didukung oleh berbagai standar lainnya, antara lain standar proses dan standar pendidik dan tenaga kependidikan.

Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.

Selain itu, pada lampiran Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, juga diatur tentang berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik, baik yang bersifat kompetensi inti maupun kompetensi mata pelajaran. Bagi guru pada satuan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), baik dalam tuntutan kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional, berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam mengembangkan sumber belajar dan bahan ajar.

Oleh karena itu, disamping sebagai implementasi dari Permendiknas nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Ditjen Mandikdasmen bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran - Dit. PSMA (yang antara lain disebutkan bahwa melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum) dipandang perlu menyusun panduan bagi guru SMA sehingga dapat dijadikan salah satu referensi dalam pengembangan bahan ajar.


B. Tujuan

Penyusunan Panduan ini bertujuan :
1. Menjelaskan pentingnya bahan ajar dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SMA.
2. Menjelaskan konsep dasar bahan ajar.
3. Mengemukakan berbagai jenis bahan ajar.
4. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan bahan ajar.


C. Manfaat

Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan. Buku ini disusun dengan harapan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan pengembangan bahan ajar, seperti kepala sekolah, guru, pengawas sekolah menengah atas maupun pembina pendidikan lainnya. Bagi kepala sekolah buku ini dapat dijadikan bahan pembinaan bagi guru yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan bahan ajar.

Kepala sekolah dalam kegiatannya sehari-hari juga memerlukan bahan ajar sebagai alat bantu dalam melakukan promosi ataupun presentasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan sekolah.

Bagi guru buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam mengembangkan bahan ajar. Dengan mempelajari buku ini diharapkan para guru di sekolah akan mendapatkan informasi tentang pengembangan bahan ajar yang pada gilirannya para guru dapat mengembangkan bahan ajar untuk membantu dirinya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Di samping itu diharapkan guru juga akan termotivasi untuk mengembangkan bahan ajar yang beragam dan menarik sehingga akan menghasilkan satu kegiatan belajar mengajar yang bermakna baik bagi guru maupun bagi peserta didiknya. Pengembangan bahan ajar adalah merupakan tanggung jawab guru sebagai pengajar bagi peserta didik di sekolah.

Bagi pengawas sekolah menengah atas atau para pembina pendidikan lainnya keberadaan buku pedoman ini pasti bermanfaat. Karena setiap pengawas harus mengetahui berbagai hal yang dilakukan oleh guru, sehingga jika terdapat kesulitan yang dialami oleh guru, pengawas dapat segera membantunya. Dengan membaca buku pedoman ini pengawas akan mendapatkan pemahaman dan masukan-masukan tentang bahan ajar yang dapat dikembangkan oleh guru dalam meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian maka pengawas akan mendapatkan bekal dalam melaksanakan tugas kepengawasan yaitu membina guru dalam mengembangkan bahan ajar.

6.12.2009

East Java Won General Champion in 2009 Student Competence Contest Inter Senior Vocational High School

Jakarta, Monday (25 May 2009) -- East Java contingent came forward as General Champion in 2009 Student Competence Contest Inter Senior Vocational High School (LKS SMK) XVII took place from 21 – 24 May 2009 in Arena Pekan Raya Jakarta. East Java province succeeded to grab ten gold medals, for silvers, and nine bronzes.

Occupied at second rank in 2008 LKS SMK XVII in Makassar, South Sulawesi, East Java contingent moved aside Central Java that became general champion last year. Special Capital District of Jakarta occupied second rank grabbing ten gold medals, one silver, and eight bronzes, while third rank occupied by West Java achieving five gold medals, seven silvers, and three bronzes.


Minister of National Education (Mendiknas) Bambang Sudibyo on Monday (05/25/2009) in Arena Pekan Raya Jakarta, submitted immediately the permanent trophy to the representative of East Java Province, Special Capital District of Jakarta, and West Java Province. Besides, Mendiknas also provided cycle trophy to East Java Contingent.

Mendiknas said, these products of SMK’s student work could be a valuable chief capital for development of SMK in the future, including as a type of the school contribution to take part in encouraging initial step of the national technology resurrection. "We should prove that SMK was able to prepare the Indonesian children in order to have world class vocational competence“” he said.

Mendiknas said, this task of LKS SMK performed together with exhibition to industrial partner shown enabling to display works that could be proud. “Therefore, the Minister said, cooperation between SMK and world of industrial business should be continuously supported and improved."

Director General of Elementary and Junior Education Management, Depdiknas, Suyanto reported, in order to realize competence standard in the implementation of LKS SMK, assessment by international criteria reference used. He said, from 50 fields of contest there were some competitions yet unable to meet with the minimum competence criteria, so that juries decided for not confirming the champion. He mentioned, some fields of competition were mould making, mechatronics, mobile robotics, and pattern making. “It was, of course, a matter of evaluation and challenge for all of us particularly teachers as well as supplies and infrastructure for the coming," he said.

Suyanto said, this task of competition combined with creation fair of SMK student was able to attract more than 1,000 visitors every day. In addition, he said, significant transaction has occurred because palm plantation and oil employers were interested to order 1,000 units of pick-up car, 100 sets of electronic and automotive device, and 12 travel agencies ordered minibus trailer package. “This achievement, he said, was reflection that vocational education became unusual potency and reasonable for being education interest in the future.”***

Sumber: Pers Depdiknas

6.09.2009

TASK-BASED LEARNING THROUGH RESOURCES-BASED LEARNING

Abstract

Task-based learning involves the use of resourceful environment. In the classroom, the idea is to get something done via the language, to read a text and do something with the information. The activities are the one which actually occurs in real-world situations. A task approach conveys to students the value of fluent and efficient reading, reading for a specific purpose which means reading texts in different ways depending on the information needed and the task to be carried out. In addition, students work with authentic texts from the start by which they derive a sense of accomplishment from their progressively greater comprehension and more extended use of the text.

Keyword : Task Based Learning, Resource Based Learning


The final end of the teaching learning process is to enable students to become independent learners. In the university levels, three types of learning is promoted in every classes: 1) face to face interaction; 2) structured assignment; and 3) independent learning. In the school levels, Students Active Learning (SAL) method emphasizes similar philosophy, which is promoting independent learning. However, only few attention is paid to systematically educate the learners to be independent learners. The learning process designed by lecturers in the university level, for examples, focuses more on face to face interaction and structured assignment. Almost no systematic effort has been done to encourage the students and to provide facilities in the campus setting where independent learning is possible to do. Similarly at schools, classes will be paralyzed without teacher’s attendance which implies that students are very dependent to their instructors. Both show how independent learning needs serious attention.
This article discusses task-based learning as an approach in language learning to promote independent learning. This concept suggests the importance of the availability of varied resources which we call resources-based learning. In this article, we propose that the best implementation of task-based learning is through resources-based learning and the goal of the learning is to promote independent learners.


Mutsyuhito Solin and Sri Minda Sari
Dosen Fakultas Bahasa Universitas Negeri Medan

Proceeding of International Seminar Paper “Resource Based Instruction”
Department of Educational Technology Postgraduate Studies, The State University of Medan Cooperation with
Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) North Sumatra

6.07.2009

THE POTENCY OF SIBOLANGIT RECREATION FOREST AS LEARNING RESOURCE FOR PLANT ECOLOGY INSTRUCTION

Abstract

Plant ecology is one the subject matter of many subject matters that be taught for biology student at the university, including at the biology department of State University of Medan. It is hoped, through out that subject matter the student has competency to comprehend diversity and abundance of plant in nature. For this purpose, plant ecology instruction must be done by using of learning resource that be found nature. One of learning resource is Sibolangit recreation forest. In this paper, it is discussed and presented the research result the potency of Sibolangit recreation forest as learning resource for plant ecology instruction. Research result showed, there was 71 species of flora that belong to 48 family that can be used as learning resource for plant ecology instruction. Pterocarpus indicus, Bauhinia purpurea and Samanea saman were dominant species. The plant which has specific and giant flower, namely Amorphophallus titanicum Becc can also be found in that recreation forest.

Keyword : Potency, Sibolangit, Forest, Resource Based Instruction, Ecology Instruction


Ecology is biology branch that discuss interrelationship between organisms with their environment. Begon et al. (1990) define ecology as the science that discusses interactions which determine the distribution and abundance of organisms in nature. Therefore, in ecology be studied diversity, abundance and distribution of organisms in nature, as well as factors that influence of biodiversity, abundance and distribution of plants and animals in nature. The objectives of plant ecology instruction at the university, including in Biology department of State University of Medan are the students have competency to comprehend diversity and abundance of Indonesia flora, especially that be found in North-Sumatera. The student must also comprehend its distribution in nature.
As the branch of biology, plant ecology instruction can be carried out both in classroom and laboratory, as well as in the field or nature laboratory (Subiyanto, 1990). In this case, to reach the competency, the learning resource or media which be found in classroom, laboratory, and nature environment can be used. Sudjoko (1985) has confirmed, biology instruction, including plant ecology can be done through field trip in nature or by ecotourism as according to Fandeli and Mukhlison (1994). Of course, the instruction model like this can decrease or lost of verbalism from the student life. Sibolangit recreation forest with the space 24.85 ha is one of biodiversity conservation area in Northsumatera. This forest situates in Sibolangit, Deli Serdang regency. Its distance is 40 km from Medan and can be reached by bus only in one hour. Actually, with its flora richness, Sibolangit recreation forest has big potency as learning resource or media for biology instruction, especially for plant ecology. This big potency can be used by students that live at around of Berastagi city, Karo regency, Dairi regency, Deli Serdang regency and Medan city. However, information about biodiversity and abundance of its flora is still restrictive. Based on that problems, research which attempts to exposes the potency of Sibolangit recreation forest as learning resource for biology instruction, including plant ecology has been done in the year 1994/1995 (Binari et al., 1995). The result of the research is discussed in this paper.

B. Solution
1. Material and Methods
For study the potency of Sibolangit recreation forest as learning resource for plant ecology instruction, some material and method were needed. These materials and methods were as following:
a. Research tools and materials
Some tools and materials that have been used for observation and registration of flora were loupe, telescope, pencil, camera, note book, and stereo microscope. Meanwhile, machete, scissor, knife, stake and some rope were used for flora collection.

b. Research procedures
Research procedures were done according to Krebs (1989). In this case, biodiversity and abundance of flora was taken from the quadrates plot that be placed on the forest. Furthermore, flora identification was based on reference of Laurence (1951), Latiff (1991), Hsuan Keng (1969), Marsono (1977), Heywood (1978), Steenis (1950, 1988), and Tjitrosoepomo (1989). However, data analysis of prominence value of plant or flora was carried out according to Barbour et al. (1987) and Brower et al. (1990).

c. Result and Discussions
• Flora diversity
Result of research showed, there was at least 71 flora species that belong to 48 family in Sibolangit recreation forest that can be used as learning resource for plant ecology instruction at the university.

From the above data, there is so many species and family of flora that grow in Sibolangit recreation forest. Therefore, it means, the role or potency of that forest as learning resource for plant ecology instruction can be confirmed. Actually, this potency can also be used for higher plant taxonomy instruction. By using this recreation forest as learning resource or media, verbalism can be lost from plat ecology instruction and other science of biology branches (Sadiman et al., 2007). It means too, the quality of plant ecology instruction as a science can be increased both in process and product (Dunkin & Biddle, 1974). Hence, the purpose of plant ecology learning, namely to understand the real life process in environment can be reached, too (Sjarmidi & Rustaman, 1995). Improvement of plant ecology instruction both in process and product have implication on graduation quality, mainly on graduation who will work as teacher in the future. Furthermore, this matter has direct effect on student quality as the future generation of the nation.

Plant ecology instruction by using the potency of Sibolangit recreation forest can give direct learning experience and real for students. This matter can also give more learning experience retention for students as according to Edgar Dale (Sadiman et al. 2007). In this case, percent of retention according to Edgar Dale through out his cone experience is 10% from what we read, 20% from what we hear, 30% from what we see, 50% from what we both see and hear, 70% from what we say and 90% from what we both do and say and 95% what we teach others. In Sibolangit recreation forest can be found the plant that has giant flower, namely Amorphophallus titanicum Becc. This plant has specific character. The height of its flower can reach circa 210 cm at the blossom times. The distribution of this plant is restrictive and grows only in Sumatera. Therefore, many peoples want to search that plant for seeing.
Some animals that can also be found in Sibolangit recreation forest that can be used as learning resource for biology instruction. They are mouse deer (Tragalus sp), Owa (Hylobates moloch), Siamang (Hylobates sindactilus) and Owl (Tito spp.).

Dr. Binari Manurung, M.Si
Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan,
Dosen Program Pascasarjana Unimed

Proceeding of International Seminar Paper“Resource Based Instruction”
Department of Educational Technology Postgraduate Studies, The State University of Medan Cooperation with
Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) North Sumatra

6.05.2009

Lomba Robot Nasional IRO 2009


Perhelatan tahunan Robot Lego yang di-sponsori Lego Education : Indonesian Robotic Olympiad 2009, akan digelar di bulan Agustus 2009, tepatnya 8-9 Agustus 2009. Pendaftaran 1 April – 27 Juni 2009. Biaya pendaftaran per peserta Rp. 300.000,- (sebelum 31 Mei 2009) dan Rp. 400.000,- (setelah 31 Mei 2009). Biaya sudah termasuk menginap 1 (satu) malam termasuk breakfast di Grand Tropic Hotel @ 4 orang per apartemen – check in 8 Agustus 2009, dan transportasi hotel – tempat pertandingan.

Berikut adalah kategori yang dipertandingkan berikut dengan batasan usia masing-masing.

* Elementary (lahir 1 Januari 1997 atau lebih muda)
* Junior High (lahir antara 1 Januari 1994 – 31 Desember 1996)
* Senior High (lahir antara 1 Januari 1990 – 31 Desember 1993)


Kategori lainnya: Tug of War dan Open Category, akan disampaikan menyusul.

Masing-masing tim terdiri dari 2 atau 3 orang peserta dengan 1 orang coach.

Perangkat menggunakan Lego Mindstorms RCX atau Lego Mindstorms NXT Education, dengan pemrograman menggunakan RoboLab atau NXT-G. Masing-masing tim harus membawa perangkat serta laptop sendiri.

Ukuran robot adalah 250 x 250 x 250 mm. Setelah start, ukuran robot tidak dibatasi. Robot harus bergerak secara otomatis dari titik start menuju titik finish dalam waktu yang telah ditentukan.

Perakitan, pemrograman dan kompetisi berlangsung selama 150 menit. Setiap tim mendapat kesempatan 20 slot pencatatan point. Point final adalah point terakhir (walaupun bukan yang terbaik).

Untuk informasi lebih lanjut mengenai IRO 2009, pendaftaran kolektif serta pelatihan untuk mengikutinya, silahkan menghubungi kami:

NEXT SYSTEM
Robotics Learning Center
ITC Kosambi F2
Jl. Baranang Siang 6-8
Bandung 40112
Tel. (022) 4222062, 70775874
Email: info@nextsys.web.id

THE EFFECT OF INSTRUCTIONAL APPROACHES AND LEARNING STYLES ON ENGLISH SPEAKING SKILLS

When teaching students of the English Education Department, the Faculty of Tarbiyah and Teachers Training State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, the researcher observed that their mastery of English speaking skill as one of their compulsory expertise subjects required is still low. A great number of students used Indonesian. Although they spoke English, there were still many mistakes in accent, vocabulary, structure, comprehension, and fluency. This low mastery of the students’ English speaking skills can also be proven by the fact that the average scores is still below 80.
Therea are many factors that can cause the students’ low mastery of English speaking skills including learning materials, facilities, instructional strategy, the students themselves, among others. The instructional strategy used today, especially in English speaking instruction, does not enable students to achieve the expected learning outcomes. The selection of materials, media, evaluation, and particularly instructional approach do not meet the students’ needs. Instructional approaches in English speaking skills applied today still emphasize the academic grade and intellectual intelligence. This causes learning to be viewed as a burden and not as a need. Those instructional approaches are not able to respond to the problems, needs, and challenges of the 21st century.

To solve the problems, an accelerated learning approach is assumed to enable one to face learning challenges in the global era. Since, the accelerated learning approach does not only emphasize certain intelligence but multiple intelligences of the students. In addition to instructional approaches, there are many other factors that affect English speaking skills: age, talent, attitude, motivation, personality, cognitive styles, including learning styles. The students’ learning styles strongly influence their English speaking skills since learning information in accordance with the learning styles, the students’ English speaking skills will improve.
Different learning styles can cause receiving, managing, processing of information and determine how much information the students obtain. Moreover, they influence the capacity of producing the information in the form of English speaking skills. Students have various learning styles such as visual and auditory among others. These two learning styles are regarded to affect language, in particular, English speaking skills. Visual learning style follows the way the visual parts of the brain works which tends to think holistically, integratively, emotionally, and intuitively. This style has the following characteristics: learning by observing, sequencing information in detail, a preference for jotting down what the lecturer says, preferring silence, and tending to be more independent.
The auditory learning style follows the way the auditory part of the brain works which tends to think analytically, verbally, linearly, and in detail. A person with this style has the following characteristics: prefers sounds, prefers the dim light, prefers informal design, uncontinuous to do an activity, and prefers learning with peers. Based on the above description, it is necessary to conduct a research dealing with English speaking skills correlated to instructional approaches (accelerated learning approach as opposed to traditional learning approach) and learning styles (visual and auditory) as the independent variables at English Department of Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.
In line with the background above, the research problem can be stated as follows: (1) As a whole, is there any difference in the English speaking skills of the students who learn by the accelerated learning approach and those students who learn by the traditional approach? (2) For students having visual learning style, is there any difference in the English speaking skills of the students who learn by the accelerated learning approach and those students who learn by the traditional approach? (3) For students having auditory learning style, is there any difference in the English speaking skills of the students who learn by the accelerated learning approach and those students who learn by the traditional approach? (4) Is there any effect of interaction between instructional approaches and the students’ learning styles on their English speaking skills?

Dr. Didik Santoso, M.Pd
Dosen Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara

Proceeding of International Seminar Paper“Resource Based Instruction”
Department of Educational Technology Postgraduate Studies, The State University of Medan Cooperation with
Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) North Sumatra

6.04.2009

THE ROLE OF THE COMMUNITY IN THE DEVELOPMENT OF EDUCATION IN INDONESIA

Abstract

School committee involved in planning, implementing and monitoring the school program. School finances transparent and open. Parents support directly the children’s education. Cluster based system of teacher professional development operate adequately and is it made use of by the teachers. Classroom environment interesting and child friendly. The students’ activities varied, practical and do they use the physical and social environment. The students given the opportunity to develop their social skills.

Keyword : Community, Education